Yayasan IPAS Indonesia menyelenggarakan workshop pemutakhiran Panduan Praktik Klinis (PPK) Asuhan Pasca Keguguran (APK) dan perdarahan pasca persalinan untuk rumah sakit dan Puskesmas di pada 29-30 November 2024 di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tim manajemen, dinas kesehatan, dan tim tenaga kesehatan terkait dalam penyusunan panduan praktik klinis (PPK) dan standar prosedur operasional (SPO) yang berbasis kajian ilmiah kedokteran.
PPK disusun sebagai upaya standarisasi layanan medis di level fasilitas kesehatan dan menjadi acuan bagi tenaga kesehatan di dalam memberikan pelayanan. Dengan adanya PPK dan SPO dapat memastikan akses layanan APK Komprehensif yang merata dan berkualitas di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Flores Timur.
Dalam pembukaannya, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT drg. Iin Andriani, M.Kes. mengatakan perempuan yang mengalami keguguran perlu diberikan layanan APK yang komprehensif dan berkualitas. Di NTT sendiri, layanan ini masih sulit diakses oleh masyarakat karena Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang belum berkompeten, alat terbatas, dan obat yang tidak tersedia.
“Di wilayah NTT, puskesmas yang memiliki standar SDM kesehatan berdasarkan ketentuan dari Kemenkes RI hanya sekitar 30%. Berkat kerja sama dengan mitra, seperti Yayasan IPAS Indonesia, maka pemerintah sangat terbantu untuk mengatasi masalah-masalah ini terutama dalam layanan kesehatan reproduksi bagi perempuan”, ujar drg. Iin.
Workshop ini merupakan rangkaian tahapan fundamental yang dilaksanakan pasca pelatihan klinis APK untuk memastikan standarisasi layanan dan payung hukum di level fasilitas kesehatan bagi tenaga kesehatan. Kegiatan ini dirancang secara interaktif dan dilakukan secara hibrid yang difasilitasi oleh Prof. Dr. dr. Eka Rusdianto Gunardi, SpOG, Subsp.F.E.R, MPH dan dr. Ilham Utama Surya, SpOG.
“Standarisasi diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, mengurangi intervensi medis yang tidak perlu atau berbahaya bagi pasien, dan memberikan pilihan pengobatan terbaik bagi pasien”, ujar Prof. Eka.
Kegiatan ini menyepakati beberapa dokumen yang telah diperbarui sesuai Pedoman APK yang Komprehensif dan Berpusat pada Perempuan, yaitu 1 PPK APK Komprehensif untuk RS, 1 PPK APK Komprehensif untuk puskesmas, dan 5 SOP sebagai turunan PPK yang dapat digunakan oleh kedua fasilitas kesehatan tersebut.
Workshop ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga titik awal perubahan yang lebih besar. Peserta diharapkan menjadi agen perubahan di Provinsi NTT yang akan menjadi contoh dalam praktik baik ke seluruh penjuru Indonesia.
“Dari pengalaman, baru sekali ini pelatihan APK dilanjutkan dengan penyusunan PPK dan SPO yang melibatkan tim manajemen RS dan Dinas Kesehatan. Sehingga kami menjadi paham kebutuhan tim tenaga kesehatan dan dapat mendukung agar layanan APK Komprehensif dapat berjalan dengan baik.” tutur pak Aris salah satu tim manajemen dari RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes.
Beliau menambahkan, “biasanya hanya pelatihan bagi tenaga kesehatan saja, sehingga kami yang di manajemen tidak paham kebutuhan mereka”.
Workshop ini menegaskan bahwa penguatan dan pelibatan tim manajemen fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan dalam penyusunan PPK beserta turunannya, SPO merupakan tahapan penting yang perlu dilaksanakan pasca pelatihan klinis. Proses ini memberikan pemahaman bagi tim manajemen untuk mendukung tenaga kesehatan mengimplementasikan layanan sesuai dengan standar terbaru yang disampaikan pada pelatihan klinis. Dengan demikian, layanan APK yang berkualitas dapat diakses oleh perempuan.