Untuk memperkuat posisi perempuan dalam peradaban, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kembali diselenggarakan. Kongres yang kedua ini akan diadakan pada 23- 26 November 2022 di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah. KUPI II mengambil tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Perdaban yang Berkeadilan”.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari KUPI I yang sukses diselenggarakan di Cirebon pada April tahun 2017. Setelah kongres yang pertama, KUPI yang awalnya merupakan kegiatan sebuah kongres, bertransformasi menjadi sebuah gerakan yang mengakar di tengah masyarakat. KUPI menjadi momentum historik yang menyatukan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembaga-lembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan, baik di kalangan akademisi, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender.
Selama ini, pandangan-pandangan keagamaan KUPI berkontribusi terhadap lahirnya berbagai kebijakan. Pandangan Keagamaan KUPI tahun 2017 tentang wajibnya perlindungan usia anak dari pernikahan telah mempengaruhi berbagai pihak, baik lembaga negara maupun masyarakat sipil, untuk menaikan batas usia pernikahan, dan akhirnya disahkan negara menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
Begitupun pandangan Keagamaan KUPI tentang pengharaman kekerasan seksual juga menjadi turning point kesadaran berbagai elemen bangsa, terutama masyarakat sipil. Kerjasama berbagai pihak, termasuk keaktifan para ulama perempuan dalam membuka ruang-ruang dialog dengan anggota parlemen membuahkan hasil maksimal. Pada tanggal 12 April 2022 parlemen akhirnya mengesahkan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pada Kongres yang ke-2 pada 23-26 November ini, Musyawarah Keagamaan KUPI akan membahas dan memutuskan fatwa tentang lima isu krusial: 1) peran perempuan dalam merawat bangsa dari ekstrimisme; 2) pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga untuk keberlanjutan lingkungan; 3) perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan; 4) perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan; 5) perlindungan perempuan dari bahaya tindak pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan.
Yayasan IPAS Indonesia sebagai organisasi dengan visi setiap perempuan dan anak perempuan memiliki hak dan kemampuan untuk menentukan seksualitas dan kesehatan reproduksinya sendiri, sangat mendukung fatwa KUPI II tersebut. Hal ini juga menjadi fokus kerja Yayasan IPAS Indonesia dalam memperjuangkan pemenuhan hak layanan komprehensif bagi penyintas perkosaan sesuai Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan UU TPKS 2022 yang memberikan perlindungan penuh untuk layanan yang komprehensif bagi korban kekerasan seksual. (*)
Sumber: Siaran Pers KUPI II 19 Oktober 2022